Semuanya itu berbicara tentang adanya Allah dan bila tidak demikian maka semua fakta yang menghubungkannya satu dengan yang lain itu tidak dapat dijelaskan. Percaya kepada keberadaan dari pribadi Allah yang ada dengan sendirinya adalah dalam harmoni dengan semua fakta tentang sifat mental dan moral manusia; sebagaimana juga dengan sifat dari materi alam semesta. Manusia sungguh-sungguh tidak dapat menolak fakta tentang adanya Allah. Hanyalah suatu kedunguan yang disengaja bila orang mau menolak bukti kesimpulan yang ada ini.
4. Kebutuhan intrinsik manusia untuk mengenal Allah yang benar. Menunjuk pada argumentasi anthropologis, ternyata secara umum, didalam hatinya manusia mempunyai suatu kebutuhan untuk mengenal Allah yang benar. Alkitab mencatat bahwa manusia terdiri dari roh, jiwa dan tubuh, Kejadian 2:7; 1 Tesalonika 5:23. Masing-masing bagian manusia itu mempunyai fungsinya sendiri-sendiri, tetapi substansi manusia ada pada rohnya, Yohanes 6:63; Yakobus 2:26. Dengan tubuhnya, manusia bereksistensi di dunia ini, menjadi mahluk alamiah, Kejadian 2:7; 1 Korintus 25:44-50; dan mahluk biologis, Kejadian 1:27-28. Jadi, dengan tubuhnya manusia ada kontak dengan alam lingkungannya. Dengan jiwanya, manusia menyadari kemanusiaan dan pribadinya, sehingga dengan demikian ia dapat berkomunikasi dan bersosialisasi dengan mahluk-mahluk lain dalam dunia. Dengan rohnya, manusia menyadari dimensi rohaninya; dan dengan rohnya manusia dapat berkomunikasi dengan dunia roh.
Dengan roh yang menjadi substansi manusia, ternyata manusia itu secara intrinsik butuh pengenalan akan Allah. Sejarah perkembangan budaya membuktikan bahwa semua bangsa di duni ini mempunyai latar belakang keyakinan terhadap dunia rohani. Tetapi oleh karena dosa, manusia tidak dapat menemukan Allah yang benar; itulah sebabnya manusia menciptakan berhala bagi dirinya sendiri, Roma 1:21-23; Ulangan 4:16-18. Bila manusia tidak puas dengan berhala dan ia merasa mampu atau kuat, ia menjadikan dirinya sendiri berhala. Atheisme modern pada dasarnya adalah upaya manusia menolak keberadaan Allah yang benar dan menjadikan dirinya sendiri allah dalam pikirannya sendiri. Pengkultus-individuan seseorang itu sebenarnya menjadikan seseorang itu idola; apakah ia seorang politikus, artis, musisi dan lain-lain. Orang-orang memuji-muji sang idola itu secara berlebih-lebihan. Alkitab mencatat, berhala itu ditulis dengan kata ‘idol’.
Secara tegas Alkitab memperingati orang-orang percaya: “Anak-anakku, waspadalah terhadap segala berhala – idol”. Hal itu ditegaskan oleh Alkitab karena kecenderungan manusia, oleh kebutuhan intrinsiknya untuk mengenal Allah yang benar. Bila karena dosa lalu manusia itu tidak dapat menemukan Allah yang benar, ia akan mencari objek lain untuk disembah.