Theologi

Kata ‘Allah’ itu sebenarnya diterjemahkan dari kata ELOHIM (Ibrani), GOD (Inggris). Kata ELOHIM itu berarti ‘Maha Kuasa’ – Almighty (Inggris). Jadi kata Allah disini lebih menunjuk pada sifatNya, yakni sifat kemaha-kuasaan itu dan belum menunjuk pada pribadi.

Walaupun nanti akan diuraikan lebih luas, tetapi sudah perlu dimulai disini sebagai pembukaan: Kata ‘Allah’ dalam bahasa Indonesia itu sebenarnya berasal dari bahasa Arab. Tetapi secara gramatikal, kata tersebut adalah kata benda tunggal – singular. Sedangkan kata ELOHIM itu mengandung makna jamak – plural. Dalam kandungan makna jamak inilah pemahaman Bapa, Putra dan Roh Kudus dapat dijelaskan kelak.

Tetapi bukan karena kata ELOHIM itu mengandung makna jamak lalu Allahnya Alkitab itu banyak dan agamanya Alkitab menjadi Polytheisme. Melainkan Alkitab dengan tegas mengajarkan: “Dengarkanlah, hai orang Israel : TUHAN itu Allah kita. TUHAN itu esa !” Ulangan 6:4. Dengan demikian, kata ELOHIM itu bila menunjuk pada Allahnya Alkitab, tidak akan diterjemahkan menjadi ‘Allah-Allah’ atau ‘Gods’ (Inggris), melainkan tetap diterjemahkan dengan kata ‘Allah’ atau ‘God’ (Inggris).

Jadi sejak awal, secara implisit, Allahnya Alkitab itu sudah bersifat unik – tidak ada duanya – tidak ada persamaannya. Yesaya menulis: “Jadi dengan siapa hendak kamu samakan Allah ? . . .”, Yesaya 40:18.

2.4. ‘Pada mulanya’ , dalam Kejadian 1:1. Kata ini dalam bahasa aslinya mengandung makna waktu. Sedangkan waktu dalam pemahaman ini adalah kekekalan masa lampau, karena manusia tidak tahu berapa jauhnya masa lampau itu. Melihat rangkaian kata itu dalam kalimatnya, maka kata ‘pada mulanya’ itu, bukanlah keterangan untuk kata Allah, melainkan keterangan untuk kata-kata ‘langit dan bumi’.

2.5. ‘Pada mulanya Allah’, dalam Kejadian 1:1. Kata-kata ini membawa pemahaman bahwa Allah terkait dengan masa lalu. Tetapi karena kata ‘pada mulanya’ itu lebih menunjuk sebagai keterangan untuk kata-kata ‘langit dan bumi’, menjadi jelaslah pemahaman bahwa Allah itu sudah ada sebelum dimulainya ukuran kekekalan masa lampau itu. Waktu itu memang menunjuk pada kefanaan akibat dosa. Jadi sebelum ada ide tentang waktu, Allah sudah ada.

Leave a Reply