Theologi

c. Kasih Setia. Kalau kata kasih karunia ditulis begitu banyak dalam kitab Perjanjian Baru, kata ‘kasih setia’ ditulis begitu banyak dalam kitab Perjanjian Lama; sekitar 250 kali disebutkan. Sebenarnya dalam bahasa aslinya kata kasih setia itu ditulis dengan ‘khesed’ (Ibrani) atau ‘eleos’ (Grika). Kata ‘khesed’ ini tidak dapat diterjemahkan begitu saja ke dalam bahasa-bahasa lain. Dalam bahasa Inggris saja kata ini diterjemahkan dengan kata ‘mercy’ atau dengan frasa ‘loving kindness’ atau ‘steadfast love’. Frasa terakhir yang dipakai adalah untuk menunjuk kepada kasih Allah yang setia terhadap perjanjian-perjanjianNya. Selain itu ada variasi arti yang cukup luas, yakni: kemurahan; kebaikan dan panjang sabarnya Allah, yang amat berlimpah.

Dipakainya kata kasih setia yang begitu banyak dalam kitab Perjanjian Lama, ditambah dengan arti yang begitu luas, menunjuk pada kebaikan Allah yang luar biasa, dibanding dengan tegar tengkuknya Israel itu.

Dalam kitab Perjanjian Lama, hanya beberapa ayat yang menunjukkan kata kasih setia dari manusia kepada manusia. Pada umumnya ayat-ayat itu adalah ungkapan kasih setia Allah kepada manusia. Pengungkapan kata kasih setia yang terbanyak ada dalam kitab Mazmur. Dengan kata ‘khesed’ ini pemazmur mengungkapkan keyakinannya yang teguh atas kebaikan TUHAN yang menjadi sumber pertolongan, kekuatan, penghiburan, kemenangan. Semua hal baik ini dialami oleh si pemazmur bila ia juga taat dan setia melakukan segala hukum Allah.

Sifat kasih setia Allah itu seimbang. Di satu pihak Allah menunjukkan kasihNya yang setia terhadap perjanjian-perjanjianNya. Di pihak lain, orang-orang percaya yang menerima perjanjian Allah itu harus taat dan setia melakukan segala hukum Allah, Kejadian 17:49. Bila orang percaya itu tidak setia, Allah tetap setia, 2 Timotius 2:13. Tetapi kesetiaan Allah itu dinyatakan dalam menghukum orang-orang percaya yang tidak setia itu sampai mereka bertobat. Bila mereka yang tidak setia itu sudah bertobat, kembalilah Allah menunjukkan kebaikanNya itu. Bila tidak bertobat, mereka akan binasa, Keluaran 20:5-6Bilangan 14:8-9Ulangan 5:9-107:9-1112-262 Samuel 7:151 Raja-raja 3:168:231 Tawarikh 17:132 Tawarikh 6:14Nehemiah 1:59:32-37Ayub 37:13Mazmur 36:6-85262:1366:16-2089:1590:13-17101103:6-14; 15-18106:7119:124Amsal 14:22Yesaya 16:5Ratapan 3:2232Daniel 9:4Hosea 10:12Mikha 6:8Zakharia 7:9Matius 9:1312:7cf; 23:23Lukas 1:50Galatia 6:16Titus 3:51 Petrus 1:3.

Itulah sebabnya, kata ‘kasih setia’ itu dipasangkan dengan ‘kebenaran – the truth’, yang berarti : ‘pengajaran yang benar – yang berlawanan dengan pengajaran yang salah atau kesesatan’, Amsal 3:314:2216:620:28Yesaya 16:5Hosea 4:16:4-612:7cf.

4.8 Allah itu Maha Kudus. Kitab Perjanjian Lama banyak mencatat kata ‘kudus’ atau ‘suci’ untuk menunjukkan keistimewaan sifat Allah yang satu ini. Dalam bahasa Ibrani, kata ‘qadosh’ – kudus itu, mempunyai arti dasar : ‘separate’, ‘set apart’ – ‘memotong’, ‘memisahkan’. Kata ini merupakan salah satu kata yang paling dalam maknanya di dalam kitab Perjanjian Lama, yang ditujukan untuk memberi gambaran bukan hanya pada sifat-sifat Allah, tetapi juga keseluruhan pribadi Allah, Imamat 11:44, 4519:220:2621:81 Samuel 2:26:20Mazmur 22:499:359111:9Yesaya 6:3. Idea kekudusan ini ditampung dalam kitab Perjanjian Baru dengan kata ‘hagios’, Lukas 1:49Yohanes 17:11Petrus 1:15-16Wahyu 4:86:10.

Kalau dikatakan Allah itu Maha Kudus, itu bermakna bahwa Allah secara absolut berbeda dengan mahluk ciptaanNya. Terpisah dari dosa dan cacat moral secara absolut, 2 Raja-raja 19:22Ayub 6:10Yesaya 1:45:1917:737:2360:914Yeremia 50:2951:5Yehezkiel 39:7Hosea 11:9Habakuk 1:123:3. Tidak ada konsep kekudusan dalam dunia ini yang sama atau menyerupai konsep Alkitab. Jelas sekali dalam begitu banyak ayat Alkitab, bahwa kata kudus itu dipertentangkan secara radikal dengan dosa. Sebagai contoh: Yesaya 6:3-5, “Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam . . . Celakalah aku, . . . sebab aku ini seorang najis bibir”. Habakuk 1:13 menulis, “Mataku terlalu suci untuk melihat kejahatan.”

Kudus adalah sifat yang terutama, yang mewarnai pribadi dan sifat-sifat Allah yang lain. Pikiran, perasaan dan keinginan Allah sebagai pribadi adalah kudus. Sama sekali berbeda sifatnya dengan pikiran, perasaan dan keinginan manusia yang sudah tercemar oleh dosa. Penerapannya dalam sifat-sifat Allah yang lain itu nyata dan sungguh harmonis: Kedaulatan dalam ke-Maha Kuasaan Allah itu kudus; bila tidak demikian maka kedaulatan itu akan merosot sifatnya menjadi kesewenang-wenangan, bahkan kejam. Fatalisme dan Calvinisme itu sewenang-wenang dan kejam. Keadilan Allah tanpa kekudusan akan menjadi pembalasan dendam. Itulah sebabnya bagi manusia diberi kesempatan untuk percaya dan bertobat. Bila kebaikan Allah: kasih, anugerah, belas kasihan, kesabaran, kemurahan, tanpa kekudusan maka hasilnya adalah tidak ada neraka. Kebaikan itu akan menjadi kemanjaan tanpa batas kepada manusia, bukan merupakan kebaikan yang menyempurnakan. Jadi, sifat kudus Allah itu mewarnai seluruh sifat Allah sehingga sifat-sifat itu mencapai sasaran yang tepat dengan cara yang benar.

Leave a Reply