Jadi jelas sekali bahwa keselamatan yang Allah anugerahkan kepada manusia itu bukan diberikan langsung, berdasarkan ‘ke-Maha Kuasaan’, ‘ke-Maha Tahuan’, dan ‘ke-Maha Kasihan’ Allah saja, melainkan dianugerahkan berdasarkan ‘ke-Maha Adilan’ Allah lewat Yesus Kristus:
Keselamatan oleh Allah kepada manusia itu, lewat Yesus Kristus dalam keadilan hukum Allah.
Keselamatan itu untuk semua orang, bukan hanya kepada beberapa orang yang ditentukan berdasarkan pilihan saja (menihilkan Calvinisme/Hyper Calvinisme – doktrin tentang takdir).
Keselamatan itu hanya dapat diterima manusia dengan dasar percaya lewat hukum keselamatan.
Dalam ke-Maha AdilanNya, orang-orang yang tidak percaya akan menerima penghukuman. Kepada manusia, Allah meminta pertanggung jawaban.
Keselamatan Allah, ternyata tidak begitu saja dianugerahkan kepada manusia karena kasih Allah, melainkan lewat hukum keselamatan itu (menihilkan Calvinis Unversalisme; doktrin yang mengajarkan bahwa semua manusia itu selamat oleh kasih Allah).
5. Allah itu tidak dapat mengingkari diriNya sendiri; Sifat-sifat Allah harus dilihat dari satu kesatuan. Pernyataan 2 Timotius 2:13 yang berbunyi : “. . . karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya”, merupakan gambaran awal supaya manusia harus berupaya memahami sifat Allah sebagai suatu kesatuan. Bila sifat-sifat Allah itu dilihat secara terpisah-pisah tanpa melihat pada sifat-sifat Allah yang lain, maka manusia akan melihat secara sepihak atau ekstrim, 1 Korintus 4:6; dan kesimpulannya pasti tidak sesuai dengan kebenaran yang sesungguhnya, 1 Korintus 2:13-16. Beberapa contoh cara pandang yang sepihak atau ekstrim, yakni antara lain: Bila orang melihat secara ekstrim pada sifat kebaikan Allah, ia pasti akan mengambil kesimpulan bahwa tidak ada neraka, sebab Allah tidak tega menghukum manusia karena kasihNya – itulah Universalisme. Tetapi ternyata, ada sifat Allah yang lain, yakni: keadilan Allah yang berdasarkan pada kebenaran dan kekudusan Allah, sehingga Allah menyiapkan penghukuman bagi mereka yang tetap melawan FirmanNya. “Allah tidak dapat menyangkal diriNya sendiri”. Bila orang melihat secara ekstrim pada sifat ke-Maha Kuasaan Allah, apalagi ditambah dengan ke-Maha Tahuan Allah, maka ia akan tiba pada pandangan Fatalisme (Fatum – Latin) berarti nasib. Manusia akan menganggp segala sesuatu yang menimpa dia adalah nasib yang berdasarkan penentuan oleh kedaulatan Allah, termasuk selamat atau tidaknya ia – itulah Calvinisme. Tetapi ternyata ada sifat-sifat Allah yang lain, yang tidak boleh diabaikan. Sifat-sifat itu yakni: kebaikan Allah, berupa kasih, kemurahan, kesabaran, 2 Petrus 3:9 yang tidak mengingini manusia binasa. Masih ada lagi sifat Allah yang lain, yakni: kudus. Bila Allah yang menentukan manusia itu masuk ke dalam neraka, dengan menyediakan neraka serta penderitaan yang maha dahsyat itu, hal itu berarti Allah tidak kudus karena menjadi penyebab dosa dan merancang kematian kekal serta sengsaranya itu bagi manusia. Ingat baik-baik, bahwa hal serupa itu tidaklah mungkin, karena: “Allah tidak dapat menyangkal diriNya sendiri”.
Untuk mendapatkan pemahaman yang seimbang dan benar tentang Allah, hendaklah sifat-sifatNya dilihat dari semua sudut pandang. Jangan melebih-lebihkan yang satu sehingga manusia berkesimpulan secara extra biblika, sekaligus jangan mengurangi yang lain sehingga manusia meremehkan sifat itu, 1 Korintus 4:6.
6. Rahasia keselamatan manusia terungkap dalam sifat-sifat Allah. Sebenarnya, dengan memahami sifat-sifat Allah, rahasia keselamatan dari Allah itu terungkap. Manusia menjadi tahu menempatkan dirinya pada posisi sebenarnya dihadapan Allah. Beberapa contoh dapat dijelaskan: