Semua manusia sudah berdosa di hadapan Allah yang kudus. Nampaknya dua objek ini merupakan dua kutub yang tidak dapat bertemu. Tetapi justru dalam kekudusanNya, Allah memberi isyarat keselamatan bagi manusia, yakni: “Kuduslah kamu karena Aku kudus”, Imamat 11:44-45: 19:2; 20:26; 21:8; 1 Petrus 1:16. Seluruh rangkaian Alkitab memberi gambaran umum, yakni:
Pertama: Manusia yang sudah berdosa, memang terpisah dari Allah dan sia-sialah usaha manusia mencari Allah dengan kekuatannya sendiri.
Kedua: Allah oleh kebaikanNya, menyediakan perantara bagi manusia, supaya manusia dapat menghampiri Allah. Perantara itu mulai dikenal manusia dengan ‘korban darah’ yang menunjuk kepada Yesus yang tersalib di Golgota. Keadilan Allah terpenuhi.
Ketiga: Keselamatan itu memang anugerah Allah, tetapi juga merupakan proses penggenapan hukum Allah. Ibadah Tabernakel merupakan lambang proses keselamatan itu: Dari luar; masuk ke halaman; masuk ke ruang suci; dan akhirnya masuk ke ruang maha suci.
Keempat: “Tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Allah”, Ibrani 12:14. Hal ini sebenarnya menunjuk pada peran Roh Kudus dalam keselamatan manusia. Inilah hidup dalam takut akan Allah. Tidak sekedar sudah sampai pada percaya, tetapi harus dilangsungkan sampai kekudusan – kesempurnaan. Dibandingkan dengan kitab Perjanjian Lama, maka kitab Perjanjian Baru hanya sedikit mencatat tentang kekudusan. Apalagi, dalam Perjanjian Lama begitu banyak upacara korban sembelihan bagi pengampunan dosa. Tetapi Perjanjian Baru mencakup semua korban sembelihan itu dalam korban Yesus di kayu salib. Kemudian kitab Perjanjian Baru menempatkan Roh Kudus berperan mendewasakan, menguduskan dan menyempurnakan Gereja Tuhan.
4.9 Allah itu Maha Adil. Dapat dibayangkan bila kekuasaan itu identik dengan keadilan (kasihpun dapat ditafsirkan menjadi kekuasaan). Maka apa yang ditetapkan oleh penguasa itu adalah keadilan, itulah tirani. Tetapi yang benar adalah, unsur keadilan dapat dipahami tersendiri di samping kekuasaan.
Alkitablah yang memberi patokan keadilan bagi umat manusia. Dalam menerapkan segala kedaulatanNya, Allah memberi hukum kepada semua ciptaanNya. Di dalam hukumNya nampak dengan jelas ke-Maha AdilanNya. Oleh keadilanNya, maka alam ciptaanNya yakni alam tak nampak dan alam nampak berada dalam keadaan harmoni. Hukum-hukum alam yang berlaku di bumi ini dalam keadaan harmonis. Planet bumi ini juga ada dalam keadaan harmoni dalam sistim tata surya yang ada. Sedang tata surya (galaxy) kita ini juga ada dalam harmoni, dalam sistim bima sakti – universe – melky way sistim atau alam raya yang ada.
Bagi mahluk-mahluk termulia ciptaan Allah; malaikat dan manusia, Allah menempatkan mereka secara khusus dalam sistim hukumNya, sehingga mahluk-mahluk ini mempunyai hak dan kewajiban, Kolose 1:16; Kejadian 2:15-17. Sayang sekali mahluk-mahluk ciptaan itu melawan hukum Allah, Yudas 1:6; Kejadian 3:6, mereka berdosa, ke-Maha Adilan Allahpun nampak:
Allah menjatuhkan hukuman bagi malaikat-malaikat yang berdosa, Matius 8:29; Ibrani 2:16.
Allah memberi hukum keselamatan bagi manusia yang berdosa, Kejadian 3:15.
Allah menguduskan surga yang sudah sempat tercemar oleh dosa, setan dan malaikat-malaikat lain yang melawan Allah, Ibrani 9:23.
Allah menyiapkan tempat penghukuman bagi malaikat-malaikat yang berdosa dan bagi manusia yang tidak taat pada hukum keselamatan yang Allah anugerahkan, Matius 25:41.
Allah menyiapkan langit dan bumi baru.
Harus dijelaskan bagaimana keadilan Allah dalam hukum keselamatan Allah itu. Akibat dosa ialah kematian, Kejadian 2:17; 3:19; Roma 6:23; Ibrani 9:27. Keadilan Allah yang diungkapkan dalam ToratNya, menegaskan adanya hukum pembalasan, yakni: kematian harus dibayar dengan kematian, Keluaran 21:23-25; Imamat 24:20; Ulangan 19:21; itulah keadilan yang seadil-adilnya. Upaya Allah menyelamatkan manusia dilakukan sesuai dengan prinsip keadilan hukum Allah, yakni: Yesus yang tidak berdosa harus mati menebus manusia yang berdosa. Dengan kematianNya di kayu salib maka Yesus menggenapkan hukut Taurat, Matius 5:17; Yohanes 19:30.