Selain mencipta segala sesuatu, dalam ke-Maha KuasaanNya itu, Allah memberikan hukum-hukumNya. Maksud pemberian hukum itu ialah supaya keserba-aneka-ciptaan itu tidak menjadi kacau balau. Allah memberikan hukum rohani dan mahluk-mahluk rohani. Allah juga memberi hukum alam untuk dunia dan mahluk-mahluk alami. Seringkali untuk membuktikan adanya Allah Yang Maha Kuasa, Allah mengizinkan terjadi mujizat. Mujizat artinya perbuatan atau kejadian yang melangkahi hukum alam. Sedangkan khusus bagi manusia, Allah dalam ke-Maha KuasaanNya memberi hukum untuk manusia, supaya ada pertangung-jawaban dari manusia (human responsibility) itu.
Bagi manusia, Allah memberi beberapa hukum, yakni:
Pertama, hukum untuk Adam di Taman Eden. Maksudnya, supaya manusia menghargai Allah dalam keterbatasannya dan tidak berbuat dosa, karena adanya kehendak bebas (free will). Kedua, hukum suara hati – conscience law. Dengan suara hati, manusia memahami ukuran baik buruk atau etika. Maksudnya, supaya manusia bersikap baik, adil dan tidak sewenang-wenang.Ketiga, hukum keselamatan. Hukum ini tidak dilaksanakan Allah secara langsung, melainkan secara tidak langsung yakni dengan perantara (korban darah) yang menunjuk kepada Yesus Kristus.
Bagian ke-Maha Kuasaan Allah yang lain adalah Allah menentukan dan mengatur takdir manusia. Manusia memang hidup dalam takdirnya dan takdir manusia itu ditentukan oleh ke-Maha Kuasaan Allah yang berdaulat penuh. Beberapa hal yang menjadi takdir manusia, yakni: takdir menjadi pria atau wanita; takdir menjadi anggota keluarga dari ayah dan ibu; takdir menjadi anggota suku atau bangsa (ras); takdir lahir di suatu tempat. Takdir-takdir ini adalah ketentuan Allah secara langsung bagi umat manusia, dalam hal ini manusia tidak dapat memilih. Manusia harus menerima apa adanya. Manusia tidak berdosa karena menjadi laki-laki atau perempuan, tidak berdosa karena menjadi bangsa A atau B, tidak berdosa karena berkulit hitam atau putih dan seterusnya. Dihadapan Allah, semua manusia itu sama.
Ada satu takdir yang tidak dikerjakan secara langsung oleh Allah, yakni takdir keselamatan manusia. Takdir keselamatan menjadi satu dengan hukum keselamatan; takdir keselamatan diatur dalam hukum keselamatan, kedua hal itu hanya lewat Yesus Kristus sebagai Juruselamat manusia. Takdir dan hukum keselamatan itu menihilkan fatalisme (fatum=nasib – Latin). Bila hukum dan takdir keselamatan bagi manusia dikerjakan oleh ke-maha kuasaan ditambah ke-maha tahuan Allah secara langsung kepada manusia, maka itulah fatalisme, Calvinisme itu fatalisme. Bila keselamatan kekal atau kebinasaan kekal manusia ditentukan oleh ke-maha kuasaan dan ke-maha tahuan Allah, maka sifat Allah yang satu ini berubah menjadi ‘ke-maha sewenang-wenangan’, karena tidak dilatar belakangi oleh sifat-sifat moral Allah yang lain.
4.4 Allah itu Maha Ada – Omnipresent. Pemahaman ini menunjuk kepada Allah yang hadir di semua tempat pada waktu atau saat yang bersamaan – maha hadir. Setan itu tidak maha hadir, tidak maha kuasa, tidak maha tahu. Ada pendapat yang mengatakan bahwa Allah itu omnipresent tetapi tidak omnibody, artinya yakni Allah hanya hadir di satu tempat, tetapi hadiratNya secara rohani ada dan dapat terasa dimana-mana. Tetapi nampaknya pandangan itu kurang tepat, sebab pemahaman omnipresent itu sebenarnya menunjuk pada kehadiranNya secara pribadi dimanapun dalam waktu yang sama. KehadiranNya secara pribadi itu disebabkan karena : Allah itu Roh adanya; Ia tak terbatas; Ia adalah ADA yang Ilahi itu; Ia Maha Besar. Beberapa ayat penting tentang ke-maha hadiran Allah itu ialah: Ulangan 4:39; 1 Raja-raja 8:27; Mazmur 139:7-10; Amsal 15:3; Yesaya 66:1; Yeremia 23:23-24; Matius 18:20; Matius 28:20; Kisah Para Rasul 17:24-28.