Hukum Allah itu tidak berubah. Sebab bila hukum Allah itu berubah, maka hukum itu tidak dapat menjadi patokan hidup. Bukti-bukti bahwa hukum Allah itu tidak berubah, yakni: dalam pertobatan orang Niniwe (kitab Yunus). Walaupun Allah sudah menentukan pembinasaan terhadap kota itu, tetapi ketika raja dan penduduknya bertobat, Allahpun mengampuni mereka, Yunus 3:10; 4:2. Hukum keselamatan itu tidak berubah: ‘Pendosa yang menjadi percaya dan bertobat itu diampuni’, Yehezkiel 18:3; 21-23; Markus 16:16; Kisah 2:37-38. Isteri Lot yang menjadi tiang garam, Kejadian 19:26; Lukas 17:32. Inipun merupakan bukti ketidak berubahan hukum keselamatan Allah, yakni ‘Orang benar yang berpaling dari Allah, kehilangan keselamatannya’, Yehezkiel 18:24, 26; Ibrani 6:3-6; 10:26-31. Hukum keselamatan Allah itu tidak berubah dan berpusat kepada Kristus, Ibrani 9:22; Yohanes 14:6; Matius 26:27-28.
Ketidak berubahan Firman Allah, Yesaya 40:6-8; Matius 5:18; 24:35; Lukas 21:33; 1 Petrus 1:24-25. Firman Allah itu dikatakan sebagai ‘kebenaran’ – aletheia (Grika), Yohanes 17:17. Artinya bahwa Firman Alah itu tidak berubah, permanen, tetap, kekal, sehingga dapat dijadikan ukuran. Itulah sebabnya ada hukuman bagi mereka yang menambah-kurang Firman Allah, Ulangan 4:2; 12:32; Amsal 30:6; Matius 5:19; Wahyu 22:18-19.
Ketidak-berubahan Yesus Kristus, Ibrani 13:8. Yesus Kristus adalah Allah yang menjadi manusia, Yohanes 1:1, 14. Yesus Kristus yang dimaksud ini adalah Ia yang dalam lembaga ke-Allahan. Ia yang memang tidak berubah, Ialah ADA kekal yang tidak berubah itu. FirmanNya menyaksikan hal itu.
Makna utama ketidak-berubahan Allah itu, yakni: kepada manusia diberi suatu jaminan, bahwa Allah itu dapat dipercaya, menjadi sumber pengharapan, Mazmur 102:26-29.
4.3 Allah itu Maha Kuasa – Omnipotent. Pemahaman ke-Maha Kuasaan Allah itu datang dari kata ELOHIM – Allah itu sendiri. Di dalam ke-Maha Kuasaan itu terkandung ‘kedaulatan mutlak’. Tidak ada yang lebih berkuasa lagi selain Dia. Alkitab memberi kesaksian penting tentang hal ini: Kejadian 1:1; 14:19; Keluaran 18:11; Ulangan 10:14, 17; 1 Tawarikh 29:11-12; 2 Tawarikh 20:6; Nehemiah 9:6; Ayub 38; 42:2; Mazmur 22:28; 47:2-3,7-8; 50:10-12; 95:3-5; 115:3; 135:5-6; 145:11-13; Yeremia 27:5; 32:17; Matius 28:18; Lukas 1:53; Kisah 17:24-26; Kolose 1 :16-17; Wahyu 1:8; 4:8; 11:17; 19:6; 21:22.
Didalam melaksanakan ke-Maha KuasaanNya, terkandung pikiran, perasaan dan keinginan pribadi Allah yang mutlak. Tetapi ke-Maha Kuasaan Allah itu tidaklah bersifat sewenang-wenang atau diktator. Hal itu terjadi karena sifat ke-Maha Kuasaan Allah itu tidak bertentangan dengan sifat-sifat Allah yang lain, 2 Timotius 2:13. Sifat-sifat Allah itu sinkron satu dengan yang lain, seperti: kasih, kekudusan, kebenaran, keadilan, kesetiaan Allah itu sendiri.
Ada tiga bagian besar yang diperbuat Allah dalam ke-Maha KuasaanNya (lihat bab V), yakni: Allah mencipta segala sesuatu; Allah memberi hukum; Allah menentukan dan mengatur takdir manusia.
Dalam mencipta segala sesuatu, nampak jelas ke-Maha KuasaanNya, sehingga Ia disebut ‘Khalik’. Allah mencipta dunia rohani, sekaligus dengan mahluk-mahluk roh. Allah juga mencipta dunia jasmani (universe) dan mahluk-mahluk jasmani. Ada tumbuh-tumbuhan, ada binatang atau hewan, ada manusia. Ternyata dosa itu bukan ciptaan Allah. Dosa adalah suatu kondisi yang merupakan akibat perbuatan malaikat dan manusia melawan hukum Allah.