3.7 Kesimpulan. Sebenarnya, berbicara tentang hakekat adalah berbicara tentang isi filsafat, yakni bidang metafisika. Tetapi hakekat Allah itu tidak dapat dipahami oleh kemampuan manusia menganalisa sekedar informasi wahyu umum untuk mencari epistemologinya. Pengetahuan tentang Allah yang menjadi ukuran kebenaran hanyalah didapat dari informasi wahyu khusus itu. Sekali lagi, bukan oleh kesanggupan manusia menganalisa wahyu umum. Sehigga nampak jelas bahwa hakekat Allah itu tidak dapat dipahami secara filosofis melalui metafisikanya. Hanya Alkitablah yang memberi informasi tentang hakekat Allah itu.
‘Pengkotbah’, orang berhikmat yang mencari hakekat kehidupan, menulis: “Apa yang ada, itu jauh dan dalam, sangat dalam, siapa yang dapat menemukannya?”, Pengkotbah 7:24. Kata ‘ada’ disini menunjuk pada akar kata yang sama dengan ‘ada’ dalam Keluaran 3:14.
Jadi, menurut Alkitab, hakekat TUHAN Allah adalah ‘ADA’. Sifat ‘ADA’nya TUHAN Allah itu jauh berada diluar jangkauan analisa filosofis manusia, yakni:
a. ADA – yang essensial, hakiki, substansi.
b. ADA – karena diri-Nya sendiri, bukan diadakan, self existent, Wahyu 16:5.
c. ADA – penyebab segala yang ada – cause prima, Roma 11:36.
d. ADA – Maha Ada, melebihi konsep manusia tentang ruang, Mazmur 139:5-12.
e. ADA – tidak terbatas, tidak berubah, kekal, Yakobus 1:17; Maleakhi 3:6; 2 Timotius 2:13.
f. ADA – melampaui konsep waktu akibat dosa, Keluaran 3:14; Ibrani 13:8; Wahyu 1:17; kekal.
g. ADA – kehidupan kekal; sumber kehidupan, Kisah Para Rasul 17:25, 28; Ayub 34:14-15.
h. ADA – suatu pribadi; Maha Pribadi.
i. ADA – creatio ex nihilo; sifat penciptaan Allah, Kejadian pasal satu – mencipta dari yang tidak ada menjadi ada. Pandangan filosofi manusia adalah ex nihilo fit – dari ketiadaan, tidak ada sesuatu yang jadi – from nothing, nothing comes. Tetapi mustahil bagi manusia, bagi Allah tidak mustahil. Dari hakekatNya sendiri, Allah mencipta sesuatu dari yang nihil menjadi ada! Kejadian pasal satu.