Tahap Kedua di Indonesia
Perjalanannya kembali ke tanah kelahiran mereka setelah kunjungan mereka yang pertama ke Indonesia, bergabung bersama mereka Joe Mcknight. Joe Mcknights berlayar bersama mereka pada tahun 1939 dan pada tahun 1940, Joe Mcknight membantu sebagai pengajar disebuah sekolah Alkitab yang didirikan Pdt. Patterson. Joe Mcknight adalah seorang yang baru terjun dalam penginjilan dan kelihatan sepertinya keberangkatan mereka sedikit tertunda dikarenakan muatan dari kapal sangat banyak. Diadakanlah undian dan ada masalah lain lagi, dimana Joe Mcknight tidak terdaftar di undian tersebut. Untungnya seseorang membatalkan perjalanannya sehingga ia bisa berangkat bersama-sama dengan Pdt. Patterson dan team. “Kami merasakan kami butuh seseorang lagi. “ sahut Mcknight. “Kita memerlukan seseorang yang bisa membantu dan menjaga supaya kita bisa berbaur dengan keadaan disana.” Kapal yang mereka tumpangi seharusnya berlayar menuju ke Belawan-deli atau Medan sekarang, dan dari sana rencananya mereka akan berlayar menyisiri pulau Sumatra menuju Batavia atau Jakarta sekarang lalu kemudian berlayar ke Surabaya, disitulah tempat pemberhentian mereka sesungguhnya. Tetapi kapal yang mereka tumpangi tersebut merubah jalur perjalanannya saat itu juga. Mereka sampai ke Singapore dan informasi yang mereka dapat bahwa kapal tidak akan berlayar menuju ke Belawan-deli, jadi kamu harus turun disini karena tujuan mereka adalah ke Surabaya. Pdt. Patterson dan team tidak perduli apabila mereka tidak singgah ke Belawan-deli. Itu malah keuntungan bagi mereka karena mereka tidak harus membayar lebih, jadi mereka semua turun di Singapore.
Pdt. Mcknight berkata,” Apa yang harus kita lakukan sekarang? Kita sampai disini, penginjil-penginjil yang pas-pasan, terdampar diujung dunia, dan diturunkan dari kapal.” Tetapi Pdt. Patterson selalu mempunyai orang-orang yang bisa dihubungi. Ia kenal dengan seorang yang berkebangsaan India yang mengembalakan gereja ditengah-tengah kota. Jadi kita semua berangkat kesana dimana mereka menerima kita semua dengan ramah.”
Pdt. Patterson dan team sangat sedih karena semua barang-barang mereka masih ada di kapal yang mereka tumpangi sebelumnya dan kapal tersebut sedang berlayar menuju Batavia lalu ke Surabaya tidak melewati Belawan-deli. Mereka berpikir bahwa mereka akan berlayar menuju ke Belawan-deli karena itulah yang tertera diticket mereka, dan pemerintah Belanda memerintahkan bahwa ticket mereka tidak bisa ditukar. “Jadi malam ini,” sahut Pdt. Mcknight, “Tuan rumah menampung kita dirumahnya, mereka dijamu dengan masakan traditional mereka.” Tuan rumah berkata,” Kami tidak memasaknya pedas karena kami tahu bahwa orang-orang Amerika tidak suka pedas.” “Selama hidup saya, saya tidak pernah menangis karena kepedesan. Mereka menaruh cabe merah kedalam makanan tersebut. Tidak mengapa, karena itu adalah salah satu perjalanan hidup dari seorang penginjil.”
Semua wanita dan anak-anak tidur disatu ruangan besar pada malam itu, dimana Pdt. Patterson dan Pdt. Mcknight tidur diruangan yang lain. Mereka menggunakan kain sarung India untuk dipakai sebagai selimut mereka. Tuhan menolong Pdt. Patterson dan team didalam perjalanan mereka dan mereka tidak harus singgah di Belawan-deli. Mereka semua kembali ke kapal dan berlayar menuju Batavia, dimana disana mereka bertemu Von Claverens dan kemudian mereka menuju ke tempat tujuan mereka yaitu kota Surabaya.